Translater

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Selasa, 04 Juli 2017

Pengurus GPMB Menulis

MEMPERTAHANKAN NILAI LUHUR DALAM KELUARGA 
Oleh : INNI INDARPURI

Tribun Juli 2017
Dalam salah satu konferensi internasional tentang Kota Layak Anak di Zagreb, Kroasia tahun 2012, delegasi Indonesia, yang salah satunya diwakili oleh ibu Dra. Hj. Hardiana Muriyani, MSi, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Perempuan KB Provinsi Kalimantan Timur tertegun saat narasumber dari Kroasia menyampaikan presentasinya. Disebutkan bahwa Kroasia tengah membuat program mengeratkan kembali tali silaturahmi antar keluarga. 

Selain memprogramkan acara berkumpul anggota keluarga seminggu sekali, negara di Eropa bagian tenggara yang berbatasan dengan Bosnia-Herzegovina ini mulai membangun taman-taman yang bisa dijadikan akses berkumpulnya keluarga termasuk nenek dan cucu. Delegasi Indonesia terkesima dengan program ini, karena justru sebenarnya jauh sebelum program tersebut dicetuskan, kedekatan antar keluarga ini merupakan salah satu nilai luhur dalam masyarakat kita. Sayangnya, nilai yang kita anggap sebagai budaya tradisional itu mulai tergerus arus globalisasi dan mederenisasi. 

Negara kepulauan tercinta dengan berbagai suku dan budaya ini, sejak dahulu terkenal dengan falsafah, “magan ora mangan waton kumpul.” Itu gambaran betapa keluarga menjadi prioritas, sehingga lebih baik hidup susah di desa atau di kampung daripada harus berpisah dengan keluarga. Memang tidak sepenuhnya falsafah tersebut tepat, namun paling tidak sebagian besar potret bangsa kita dimasa lalu, mengedepankan keluarga dalam kehidupan bermasyakat. 
Tak dipungkiri, nilai-nilai kekerabatan tersebut mulai tergerus. Sikap acuh tak acuh, dan lebih menonjolkan sifat individualis mulai terlihat bahkan antar anggota keluarga. Apalagi dilingkungan sekitar, sudah jamak saat ini, tetangga terdekat tidak lagi mengenal siapa tetangganya, sudah jarang ditemukan budaya antar mengantar makanan, dan menengok tetangga yang sakit. Justru masyarakat sekarang lebih memilih berkomunikasi dengan orang yang berada jauh di seberang melalui fasilitas smartphone. Orang yang notabene dibutuhkan, karena bisa menarik keuntungan. 

Negara Kroasia, sebagaimana yang dicontohkan di atas, mulai menyadari arti penting keluarga dan siap mengembalikan peran keluarga untuk meminimal permasalahan sosial yang ada di negara mereka. Kita seharusnya sepakat, nilai-nilai luhur yang merupakan identitas atas jati diri kita sebagai suatu bangsa, patut kita banggakan dan pertahankan. Persoalan pokoknya adalah bagaimana kita melestarikan nilai-nilai yang kita anggap luhur tersebut menjadi kepribadian keluarga kepada generasi sekarang dan berikutnya. 

KETAHANAN KELUARGA

Keluarga yang merupakan unit terkecil dari bagian masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang tinggal di bawah suatu atap dengan keadaan saling ketergantungan, sejatinya sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia. Perannya tak bisa dianggap sepele, apalagi ditengah tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia yang sangat beragam di masa mendatang. 

Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam jangka menengah dan panjang tersebut telah digariskan yakni pencapaian target Indonesia Sejahtera Tahun 2025 dengan tercukupinya sandang, pangan dan rasa aman. Kemudian target Generasi Emas Tahun 2045 atau tepatnya 100 tahun setelah Indonesia merdeka, dimana diharapkan dihasilkan generasi yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang unggul dan maju di dunia. Mau tidak mau diperlukan persiapan kebijakan secara sistematis dalam menciptakan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas. 

Kita seringkali beranggapan pertahanan dan keamanan negara ini tergantung pada ketahanan militer dan peralatan tempur yang canggih. Kita lupa bahwa bahwa faktor yang bisa melemahkan ketahanan nasional adalah rapuhnya ketahanan dalam keluarga. Keluarga adalah dasar bagi ketahanan negara karena peranannya yang sangat penting di dalam lingkungan, masyarakat dan bangsa. Justru upaya pembangunan ketanahan nasional harus dimulai dari unit terkecil, yakni keluarga. 

Menyadari hal tersebut, dalam berbagai kesempatan Kemendikbud giat mengkampanyekan arti keluarga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam menghadapi masalah-masalah sosial seperti kekerasan, perdagangan manusia, dan pornografi. Peran keluarga dituntut untuk lebih diperkuat, dibarengi dengan penanaman nilai keluarga. Salah satunya, dengan menggandeng berbagai mitra dalam Seminar Nasional yang bertema Pendidikan Keluarga. 

Isu ketahanan keluarga tidak hanya dibicarakan dalam skala nasional namun juga internasional. Biro Publikasi dan Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melansir, peran penting keluarga dimaksud dibicarakan pada Pertemuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Jeddah, Arab Saudi. Konferensi ini mengkaji ulang kebijakan, strategi dan tantangan dalam isu institusi keluarga dan pernikahan di Negara anggota OKI, serta mengembangkan kebijakan dan rencana aksi untuk mempertahankan nilai dan norma pernikahan dan institusi pernikahan sebagai inti upaya pembangunan termasuk dalam pencapaian Sustainable Development Goal’s (SDGs).

Negara kita yang akan memasuki era bonus demografi dimana sekitar tahun 2020-2030 mendatang Indonesia akan mengalami puncak kelompok masyarakat usia angkatan kerja atau usia produktif mencapai 70 persen, mau tidak mau harus memiliki konsep yang baik akan nilai luhur dalam berkeluarga. Jangan sampai generasi kita menjadi generasi yang gagal karena ketidakfungsian dalam membina keluarga, yang akan berimplikasi pada permasalahan sosial sebagai akibat runtuhnya pondasi ketahanan keluarga. 



PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT


Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harris Iskandar, saat membuka Workshop evaluasi dan orientasi teknis penyelenggaraan pendidikan keluarga di Hotel Indoluxe, Jogjakarta, pada 9 Februari 2017 lalu, mengakui bahwa program pendidikan keluarga di Indonesia seharusnya menjadi prioritas. Haris Iskandar dalam kesempatan tersebut memetakan permasalahan keluarga dikaitkan dengan era globalisasi dan bonus demografi di masa depan. Diungkapkan, bahwa perlu strategi untuk meningkatkan kemampuan anak-anak kita agar saat mereka memasuki usia produktif memiliki kemampuan, keterampilan, dan karakter yang kuat. Salah satu strategi adalah memberikan layanan terbaik dalam pembinaan pendidikan keluarga.

Kemen PPPA juga telah meluncurkan program One Student Save One Family (OSSOF), merupakan program untuk mengantisipasi maraknya kekerasan dan tindakan diskriminatif terhadap perempuan dan anak dengan melibatkan mahasiswa, sebagai pengabdian masyarakat atas tanggungjawab Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Setali dengan ketahanan keluarga, Pemprov Kaltim pernah mengeluarkan surat edaran tentang gerakan sayang keluarga bernomor 463/1372/III/DKP3A/2017 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Kaltim. Gerakan yang digagas oleh BPPKB Prov. Kaltim itu berisi himbauan kepada para ASN hingga honorer di lingkungan Pemprov Kaltim untuk memasang foto keluarga di meja kerja, dan menggelar family gathering. Kedepan gerakan inovatif yang sempat menjadi viral di media sosial tersebut akan ditingkatkan menjadi himbauan kepada masyarakat. Kemungkinan besar akan bekerjasama dengan Ketua Rukun Tetangga (RT) yang meskipun bukan termasuk bagian pemerintahan, namun merupakan kepanjangan tangan pemerintah ditingkat paling bawah. (*).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar